Senin, 17 November 2008

PERLUNYA PENINGKATAN ADOPSI TEKNOLOGI PETERNAKAN

oleh
Agustina Abdullah
Mahasiswa Program Doktor UNDIP Semarang dan
Dosen Fak. Peternakan UNHAS

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 16 Tahun 2006, dinyatakan bahwa penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sistem penyuluhan adalah seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, serta sikap pelaku utama dan pelaku usaha melalui penyuluhan. Penyuluhan pertanian termasuk penyuluhan peternakan merupakan bagian dari pembangunan masyarakat pertanian yang diartikan sebagai pembangunan pertanian yang memihak petani. Dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai perangkat material dan non-material, terutama keberanian untuk memihak. Elemen terpenting di dalam mengimplementasikan pembangunan masyarakat pertanian adalah elemen pemberdayaan sumber daya manusia petani yang menempati posisi sangat strategis yaitu berperan sebagai pelaku utama dan subyek pembangunan (prime mover to development).

Untuk memberdayakan petani peternak (farmer development) peran penyuluhan memiliki posisi yang strategis dan kunci utama keberhasilan pemberdayaan peternak adalah percaya kepada peternak. Dengan demikian, peran peternak dalam pembangunan masyarakat sebagai penentu keberhasilan pembangunan yang sangat berperan aktif dalam seluruh aspek kegiatannya. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi termasuk kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan peternakan. Pembangunan peternakan yang berdimensi masyarakat harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat berakhir di peternak dan berawal dari peternak. Konsep inilah yang akan menggeser paradima farmer last-top down menjadi farmer first-botton up.

Pemberdayaan peternak dapat berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian peternak dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan peternak untuk dapat berkembang. Disamping itu peningkatan kemampuan peternak dalam membangun termasuk kelembagaan peternak (kelompok tani) dan melakukan perlindungan melalui pemihakan kepada yang lemah dengan mencegah persaingan yang tidak seimbang serta menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan. Peran kelompok tani ternak sangat strategis sebagai wadah peternak untuk melakukan hubungan atau kerjasama dengan menjalin kemitraan usaha dengan lembaga-lembaga terkait dan sebagai media dalam proses transfer atau adopsi teknologi peternakan.

Berbicara tentang teknologi peternakan, merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena teknologi sebagai alat untuk mencapai tujuan usaha peternakan disamping peternak sebagai subyek, ternak sebagai obyek, serta lahan dan lingkungan sebagai basis ekologi pengembangan peternakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat sejumlah peternak dalam mengadopsi suatu teknologi peternakan hanya mengadopsi komponen tertentu saja dari keseluruhan teknologi yang diintroduksi. Beberapa penyebab rendahnya adopsi teknologi peternakan adalah keuntungan nilai tambah yang diperoleh peternak relatif kurang bila teknologi itu diadopsi, teknologi tidak memiliki daya adaptif atau kesesuaian dengan kondisi wilayah, sosial budaya setempat, serta keterbatasan yang dimiliki oleh peternak seperti keterbatasan dalam hal modal/biaya atas teknologi tersebut.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan adopsi teknologi peternakan adalah memilih inovasi teknologi tepat guna yang memenuhi kriteria seperti teknologi harus dirasakan sebagai kebutuhan oleh peternak, dan dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi petani sehingga diperlukan identifikasi masalah peternak secara benar, dan memberikan solusi masalah tersebut dengan inovasi teknologi. Selain itu, teknologi harus memberi keuntungan secara konkrit bagi peternak dan dijamin akan memberikan keuntungan lebih dibanding teknologi yang sudah ada. Jika hal ini terjadi, niscaya petani akan mempunyai semangat untuk mengadopsi teknologi tersebut. Teknologi untuk para peternak harus menggunakan sumberdaya yang sudah peternak miliki, dan jika sumberdaya dari luar diperlukan harus murah dan dapat diperoleh secara teratur, sehingga perlu adanya inventarisasi sumberdaya lokal yang tersedia dan memberikan teknologi yang memanfatkan sumberdaya lokal tersebut.

Kriteria lainnya yang harus dipenuhi oleh sebuah teknologi peternakan agar dapat diadopsi oleh peternak adalah teknologi harus sederhana, tidak rumit dan mudah dicoba peternak. Semakin mudah teknologi baru untuk dapat dipraktekkan, maka makin cepat pula proses adopsi inovasi yang dilakukan petani. Oleh karena itu, agar proses adopsi dapat berjalan cepat, maka penyajian inovasi harus lebih sederhana. Dengan demikian kompleksitas suatu inovasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap percepatan adopsi inovasi. Untuk menemukan teknologi dengan kriteria tersebut, dilakukan dengan mengevaluasi apakah teknologi yang diintroduksikan sederhana (tidak rumit), jika memang rumit dilakukan peragaan, percontohan, pelatihan secara partisipatif.

Untuk itu perlu adanya pemahaman bagi setiap pelaku peternakan khususnya pihak luar yang akan mengintroduksi suatu teknologi peternakan kepada peternak bahwa proses adopsi teknologi melalui beberapa tahapan yaitu kesadaran (awareness), perhatian (interest), penaksiran (evaluation), percobaan (trial), adopsi (adopsi), konfirmasi (confirmation). Untuk mempermudah dalam memahami proses adopsi, dapat diberikan illustrasi tentang adopsi teknologi pengolahan limbah pertanian misalnya jerami padi sebagai pakan ternak. Jika peternak telah diperkenalkan teknologi tersebut, maka sejak itu peternak mengalami proses mental untuk menerima atau menolak teknologi tersebut, dengan tahapan pertama adalah peternak menyadari bahwa pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dapat meningkatkan produktivitas ternak sapi (kesadaran). Selanjutnya peternak mulai tertarik terhadap teknologi dan mencari informasi tambahan dan lainnya mengenai hal tersebut (perhatian). Tahapan selanjutnya yang terjadi adalah peternak memikirkan dan menimbang apakah mampu membiayai segala biaya yang ditimbulkan dari teknologi, apakah teknologi benar-benar bermanfaat atau apakah peternak lainnya mau membantu mengerjakan teknologi tersebut (penaksiran), dan peternak mencoba teknologi pada saat musim panen padi, dan jika tahap ini berhasil maka akan berlanjut ke tahap adopsi, dan jika gagal maka akan ke tahap penolakan (percobaan).

Setelah peternak melakukan percobaan terhadap teknologi, peternak akan mengulangi misalnya pada musim penen berikutnya, peternak memutuskan untuk tetap melakukan teknologi pengolahan limbah pertanian dengan jumlah yang lebih besar. Jika tahap ini berhasil maka adopsi akan berlanjut, dan jika gagal maka akan ke tahap penolakan (adopsi). Setelah mengadopsi teknologi, peternak akan meminta informasi kepada peternak lainnya atau petugas penyuluh tentang apa yang dialami terkait teknologi tersebut sehingga akan diputuskan apakah teknologi akan dilanjutkan atau ditolak (konfirmasi).

Akhirnya untuk meningkatkan adopsi teknologi peternakan diperlukan adanya penyuluhan. Penyuluhan sangat memiliki peranan penting dalam pengembangan peternakan khususnya dalam peningkatan proses adopsi teknologi peternakan kepada peternak. Keberhasilan penyuluhan sangat ditentukan oleh model penyuluhan, dimana model penyuluhan harus didesain atas dasar analisis kebutuhan peternak yang dilakukan secara partisipatif yaitu adanya kesesuaian metode, materi dan media yang digunakan, karena teknologi peternakan tidak diadopsi dapat diakibatkan oleh salah satunya kesalahan dalam memilih model penyuluhan.