Senin, 27 Oktober 2008

IDENTIFIKASI KELAS KEMAMPUAN KELOMPOK TANI TERNAK DI KECAMATAN HERLANG KABUPATEN BULUKUMBA

Agustina Abdullah
Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
Jl. Perintis Kemerdekaan KM 10 Kampus UNHAS Tamalanrea
email : abdullah_ina@yahoo.com


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tentang kelas kemampuan kelompok tani-ternak. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba. Penentuan lokasi/desa dan kelompok tani-ternak terpilih dilakukan secara sengaja (purposive). Data penelitian diperoleh menggunakan kuesioner, dengan ruang lingkup aspek administrasi, perencanaan, organisasi/kelembagaan, pemupukan modal, hubungan kelembagaan dan teknologi dalam kelompok tani ternak. Penentuan kelas kemampuan kelompok tani ternak mengacu pada pedoman penilaian kelompok tani ternak (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003), sehingga diketahui status kelas kemampuan kelompok tani ternak yaitu kelas pemula, lanjut, madya dan mandiri. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok tani ternak Bontosura kategori kelas madya dengan nilai 705, sementara kelompok tani ternak Bunging Lohe kelas pemula (nilai 315). Dilain pihak, kelompok tani ternak dalam kelas lanjut adalah Singaraja KWT, Jatia, Bontosura KWT, Garuda, Singaraja, serta Saukeng.

Kata Kunci : Kelas kelompok tani, Herlang, Bulukumba

ABSTRACT

The study was conducted of identification on ability class of farming-cattle. The study was done in Herlang District of Bulukumba Regency. Determination of loacation/village and the selected of Livestock-Farmers Group was done purposive. The data of this study obtained by using questionnaires, with aspect scope of administration, planning, organization/institution, capital fertilization, relationship of institution and technology in the farming-cattle groups. The determination of the ability class of Livestock-Farmers Group referred to the evaluation method of Livestock-Farmers Group (Directorate of Animal Husbandary General, 2003), so that it was known that the ability class of Livestock-Farmers Group namely beginner, intermediate, adavance and self-sufficient. The obtained data was presented decriptively. The results of study showed that the farming cattle groups of Bontosura had intermediate class category with value 705, while farming cattle group of Bunging Lohe as the beginner class (value 315). 0n the other hand, the farming cattle groups in the advance classes were Singaraja KWT, Jatia, Bontosura KWT, Garuda, Singaraja, and Saukeng.

Keywords: Livestock-Farmers Group, Herlang, Bulukumba.

PENDAHULUAN
Usaha peternakan pada umumnya dilakukan oleh masyarakat di pedesaan dan diusahakan secara tradisional, dengan jumlah pemilikan ternak sangat terbatas dan hanya merupakan usaha sambilan. Walaupun demikian sumbangan sub sektor peternakan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani maupun bagi pendapatan domestik bruto dari sektor pertanian adalah cukup besar di banding sub sektor lainnya.
Untuk meningkatkan produktivitas ternak dan peternak di pedesaan maka dilakukan pendekatan secara berkelompok dengan dibentuknya kelompok tani-ternak. Kelompok tani ternak diharapan menjadi sarana mempermudah pembinaan peternak oleh instansi/lembaga yang terkait disamping bagi peternak dijadikan wahana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota. Disisi lain adanya kebijakan pemerintah yang mengharapkan agar kelompok tani dapat diberdayakan untuk menjadi suatu kelompok usaha/koperasi, sehingga kelompok tani diharapkan dapat mengantisipasi peluang tersebut sehingga produktivitas usaha dapat berkembang.
Namun demikian, kelembagaan peternak selama ini masih dipandang sebagai suatu obyek (target group) untuk melaksanakan suatu hasil keputusan institusi yang lebih tinggi, dengan perencanaan yang sentralistik, "top down" dan seragam, dilengkapi fasilitas sarana dan prasarana yang merupakan bantuan/uluran tangan pemerintah. Pada kondisi seperti itu kelembagaan peternak terlihat berfungsi baik sesuai kompetensi yang ditetapkan selagi bantuan/fasilitas masih cukup tersedia. Di sisi lain dengan perencanaan yang sentralistik dan "top down" mengakibatkan kelembagaan peternak menjadi lemah dan sangat tergantung kepada bantuan pihak luar. Akibatnya kelembagaan peternak tidak mendorong peluang anggotanya untuk berusaha terutama dalam mengembangkan kreativitas dan ide-ide baru, tidak mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat yang lebih sesuai dengan kondisi lokal spesifik, dan semakin menguatnya ketergantungan kelembagaan komunitas pedesaan (Dinas Peternakan Sul Sel, 2003).
Pengembangan kelembagaan peternak dilaksanakan dengan menumbuhkan kesadaran bahwa hal itu dilakukan "dari", "oleh" dan "untuk" masyarakat peternak. Kelembagaan peternak didasari oleh adanya kesamaan kepentingan dalam menangani bidang peternakan, sehingga kelembagaan peternak tersebut memiliki kemampuan untuk melakuakan akses kepada seluruh sumberdaya yang ada, baik sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumber permodalan, informasi, sarana dan prasarana (Direktorat Pengembangan Peternakan, 2002). Disamping itu kelembagaan peternak mempunyai peranan yang sangat strategis, baik sebagai alur penghubung dengan lembaga "luar" atau dengan sesama petani atau sebagai media dalam proses transfer teknologi dan informasi, maupun sebagai wadah peternak bermitra usaha dengan lembaga-lembaga terkait lainnya. Pengembangan kelembagaan peternak perlu dilaksanakan dengan perencanaan partisipatif, sehingga prinsip kesetaraan, transparansi, tanggung jawab dan kerjasama menjadi muatan-muatan baru dalam pemberdayaan peternak
Untuk mewujudkan hal tersebut maka dibutuhkan kelompok tani-ternak yang keberadaan, keragaaan dan sumberdaya yang memadai. Dengan demikian diperlukan penelitian dan pengkajian tentang identifikasi kelembagaan kelompok tani-ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi tentang profil kemampuan kelompok tani-ternak dalam pengembangan usaha peternakan rakyat, dan menggali informasi tentang kondisi obyektif kelas kemampuan kelompok tani ternak sebagai data dasar dalam merumuskan kebijakan dalam rangka pengembangan kelembagaan peternak dalam usaha peternakan rakyat.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba. Penentuan lokasi/desa dan kelompok tani-ternak terpilih dilakukan secara sengaja (purposive) dengan kriteria bahwa kelompok tani-ternak tidak dan menerima bantuan pemerintah dan juga keberadaannya masih dapat diidentifikasi.
Data penelitian diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Sasaran kuesioner adalah kelompok tani ternak yaitu pengurus dan anggota kelompok sebagai responden. Ruang lingkup informasi yang tercakup dalam kuesioner dalam rangka identifikasi kemampuan kelas kelompok tani ternak meliputi aspek administrasi, perencanaan, organisasi/kelembagaan, pemupukan modal, hubungan kelembagaan dan teknologi.
Jumlah kelompok tani ternak yang menjadi sasaran identifikasi sebanyak delapan kelompok tani ternak yaitu kelompok tani ternak bunging lohe, saukeng, singaraja, kelompok wanita tani singaraja di desa Singa. Kelompok tani ternak lainnya adalah bontosura dan kelompok wanita tani bontosura di desa Tugondeng, serta kelompok tani ternak jatia di desa Borong.
Data yang diperoleh dianalisis untuk menentukan status kemampuan/kelas kelompok tani ternak. Penentuan nilai/skor kelas kemampuan kelompok tani ternak mengacu pada pedoman penilaian kelompok tani ternak (Direktorat Jenderal Peternakan, 2003) sehingga diketahui status kelas masing-masing kelompok tani ternak yaitu pemula, lanjut, madya dan mandiri. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif.
Secara umum status kelompok tani ternak dibedakan atas adanya kriteria sebagai berikut :
1. Kelompok Tani Ternak Kelas Pemula. Anggota kelompok memahami pentingnya berkelompok untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Kelompok sudah memiliki struktur organisasi, pengurus, anggota, sekretariat, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), buku administrasi (buku notulen, buku anggota, buka simpan pinjam, buku pengurus, buku arsip kelompok, buku kas, dll).
2. Kelompok Tani Ternak Kelas Lanjut. AD/ART telah dijalankan semestinya, pertemuan rutin dilakukan minimal sebulan sekali dan hasil pertemuan tercatat, kelompok mampu mengidentifikasi masalah dan menyusun perencanaan, kegiatan usaha produktif telah dimiliki oleh kelompok. Kelompok mempunyai akses pinjaman kredit karena modal yang dimiliki kelompok layak mendapatkan kredit.
3. Kelompok Tani Ternak Kelas Madya. Status kelas kelompok tani madya yaitu kelompok telah mengembangkan jaringan kerja dengan lembaga lain (pasar, keuangan). Kelompok memiliki data dasar yang mendukung aspek pemasaran hasil pertanian/peternakan, dan mempunyai usaha penanganan pasca panen.
4. Kelompok Tani Ternak kelas Mandiri. Kelembagaan kelompok telah kuat sehingga dapat melakukan evaluasi dan perencanaan, melakukan monitoring secara rutin. Kelembagaan kelompok telah berkembang, pendapatan anggota jelas meningkat dan memiliki akses terhadap permodalan.
Penentuan kelas kemampuan kelompok tani ternak didasarkan atas nilai/skor total kelompok dengan kriteria kelas kelompok tani ternak pemula nilai < 400, lanjut > 400 – 600, madya > 600 – 800, dan mandiri > 800.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelas Kemampuan dan Deskripsi Umum
Kelompok Tani Ternak

Berdasarkan hasil identifikasi kelompok tani ternak mencakup aspek-aspek administrasi, perencanaan, organisasi/kelembagaan, pemupukan modal, hubungan kelembagaan, serta teknologi, maka diketahui nilai kemampuan kelompok tani ternak. Kelompok tani ternak Bontosura termasuk dalam kategori kelas madya dengan nilai 705, sementara kelompok tani ternak Bunging Lohe dalam kategori kelas pemula (nilai 315). Dilain pihak, kelompok tani ternak lainnya dalam katergori kelas lanjut dengan nilai masing-masing kelompok adalah Singaraja KWT 510, Jatia 405, Bontosura KWT 495, Garuda 430, Singaraja 405, serta Saukeng 425.
Dengan nilai kelas kemampuan kelompok tani ternak yang umumnya dalam kategori kelas lanjut menunjukkan bahwa kelompok tani ternak yang ada di Kecamatan Herlang masih dalam tahap pengembangan menuju kelompok tani yang mandiri. Secara umum deskripsi kondisi obyektif kelompok tani ternak di Kecamatan Herlang sebagai berikut :
1. Administrasi
Rata-rata skor aspek administrasi kelompok tani yang disurvey adalah 77.5. Kelompok tani ternak secara umum telah memiliki buku administrasi keloimpok seperti buku tamu, buku pinjaman, daftar anggota, buku simpanan, notulen rapat, buku kas, buku produksi, dan telah memahami dan melaksanakan pengisian masing-masing buku tersebut serta telah memiliki data usahatani. Kelompok tani masih kondisinya masih beragam mengenai kantor/sanggar.
2. Perencanaan
Umumnya kelompok telah memiliki Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Rencana pengembangan usaha telah dibuat, dan saat survey dilakukan kelompok tani ternak telah melaksanakannya. Rata-rata skor aspek perencanaan adalah 48.1.
3. Organisasi dan Kelembagaan
Telah disusun Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) secara partisipatif. Kepengurusan kelompok sudah lengkap dan sudah diberi pelatihan mengenai tugas dan fungsinya masing-masing serta pelatihan kerjasama dan komunikasi dalam kelompok. Jadwal pertemuan rutin setiap waktu yang disepakati telah terlaksana. Umumnya kehadiran anggota dalam pertemuan mengalami peningkatan sekitar 50-90%. Beberapa kelompok telah melaksanakan pemilihan pengurus yang sejak berdirinya belum pernah melakukan pergantian pengurus. Rata-rata skor aspek organisasi adalah 151,1.
4. Pemupukan Modal
Untuk aspek pemupukan modal, rata-rata skor yang dicapai kelompok tani ternak di Kecamatan Herlang adalah 85,0. Secara umum pengembangan modal dilakukan melalui simpanan anggota, mengembangkan usaha simpan pinjam dan arisan. Beberapa kelompok mendapat bantuan modal dari pihak lain. Pemupukan modal juga diperoleh dari usaha penyewaan.
5. Hubungan Kelembagaan
Hubungan kelembagaan dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pihak dinas terkait, swasta seperti pengusaha saprodi, pengusaha hasil bumi, perguruan tinggi. Disamping itu kerjasama pula dilakukan dengan pihak koperasi. Rata-rata skor aspek hubungan kelembagaan adalah 46.9.
6. Teknologi
Rata-rata skor aspek teknologi kelompok tani yang disurvey adalah 52,5. Kelompok tani telah menerapkan teknologi budidaya seperti fermentasi limbah pertanian sebagai pakan ternak, reproduksi (IB), pascapanen seperti bokashi, kompos, pengolahan telur asin, gula kambuh, pengolahan dan pemasaran coklat. Teknologi ini terkait dengan usaha-usaha yang dikembangkan kelompok.
Pengembangan Kelompok Tani Ternak : Rekomendasi
Berdasarkan hasil identifikasi kemampuan kelompok tani dapat diberikan beberapa rekomendasi dalam rangka pengembangan dan penguatan kelompok tani ternak di masa datang. Kelompok tani yang sudah ada (existance) seyogianya diteruskan dan secara berkesinambungan digalang, dijaga dan dikelola oleh petani-peternak sendiri. Rencana-rencana yang sudah dibuat maupun yang diprogramkan diharapkan terus dilaksanakan dan memungkinkan para petani-peternak dapat mengevaluasi kembali dan membuat penyesuaian dengan caranya sendiri.
Kinerja kelompok yang ada masih lemah dan proses menuju kemandirian tidak dapat dibiarkan berkembang apa adanya dengan kemampuan mereka sendiri. Kelompok-kelompok yang sudah terbentuk dan berjalan ini, dipantau secara berkala guna mempertahankan semangat berkelompok. Karenanya kelompok-kelompok ini diwadahi di dalam lingkup pengawasan, pembinaan, pendampingan pada tingkat kabupaten mengingat petugas lapangan yang ada diadakan untuk wilayah kerja kabupaten/kecamatan. Akan tetapi, dalam penanganan usaha produktif yang dilakukan pada tingkat kelompok dalam masa-masa perkembangan ini dituntun pada tingkat (pasar) kecamatan. Usaha-usaha yang dilakukan kelompok-kelompok adalah merencanakan yang belum pernah ada (inisiasi), perbaikan tata kerja, peningkatan sistem mutu. Dengan kata lain, dengan adanya kelompok terjadi perubahan pada tingkat individu, dimana selama ini secara individu kurang berani memulai dan upaya-upaya yang dilakukan lebih pada cara tradisional.
a. Produksi dan Pascapanen.
Dari semua kelompok, ditemukan hampir tidak ada introduksi baru dalam komoditi yang diusahakan. Ini berarti kelompok melakukan usaha produktif agribisnis berdasarkan komoditi yang sudah dikenal dan sudah menjadi bagian usaha keseharian para petani/peternak. Komoditi pertanian dan ternak yang diusahakan tersebut pada hakekatnya mirip dengan komoditi potensial yang menjadi basis pertanian di tingkat kecamatan dan kabupaten.
Dengan demikian pengembangan sistem produksi berada pada basis usaha yang sudah ada dan secara luas diusahakan dan memiliki pasar yang potensial, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Permasalahan petani/peternak dalam jangka pendek adalah pemasaran dan dalam jangka panjang yang menjadi permasalahan justru pada produksi. Hal ini mengingat jika pemasaran sudah membaik, maka berapa besar skala produksi yang diusahakan.
Dalam jangka pendek, ouput dari proses produksi dapat dimaksimalkan seperti kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan limbah. Contoh yang mudah dipahami oleh petani adalah penggunaan kotoran ternak yang dapat dijadikan sebagai pupuk kandang, dan pengolahan biomas menjadi kompos. Dalam hal lain, misalnya pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak
b. Pasar dan Pemasaran
Kondisi kelompok tani ternak diperlukan peningkatan pemasaran dan pengolahan pasca panen serta pemanfaatan limbah (proses daur ulang) yang memberi nilai tambah bagi peternak. Umumnya petani/peternak mengusahakan komoditi yang menjadi familiar di lingkungan yang lebih luas (kecamatan, kabupaten). Dalam jangka pendek para petani peka terhadap resiko harga yang diterima mengingat sistem perdagangan yang ada pada pihak petani lemah dalam mengantisipasi resiko-resiko tersebut. Namun demikian dengan penguatan kelompok di sisi lain dapat memperkecil resiko-resiko tersebut, baik dengan cara mengambil alih peran pedagang pengumpul selama ini, maupun dengan cara berkelompok dapat menjangkau pasar yang lebih jauh. Sebab dengan berkelompok dimungkinkan untuk menjual dengan partai yang lebih besar, dengan rata-rata biaya angkut yang menjadi murah dan kemungkinan mendapat dukungan dari pihak-pihak lain (pemerintah atau swasta).
Oleh karena itu, pengenalan pasar dan pembelajaran dalam cara-cara pemasaran bagi kelompok tani sebaiknya berjalan bersamaan. Dengan demikian, pasar dapat dijangkau dengan mengubah cara pemasaran yang selama ini ditangani secara individu menjadi tanggungjawab bersama dalam kelompok. Semakin kuat kelompok semakin kuat pula menggantikan peranan pedagang dimana dibanyak kasus para pedagang kurang memiliki reaksi positif terhadap kerugian yang diterima petani pada tingkat individu.
Di sisi lain, hubungan pasar-pemasaran ini pada tingkat kelompok tidak hanya memperlancar arus produksi ke pasar, tetapi juga sekaligus dapat membuka kesempatan bagi mereka untuk mendatangkan barang keperluan dan kebutuhan dari pasar. Dalam organisasi perdagangan kelompok biaya-biaya yang sebelumnya masih besar dalam pengangkutan produksi dapat diimbangi dengan biaya yang menjadi lebih murah untuk arus balik penggunaan sarana transportasi yang ada.
c. Finansial dan Permodalan
Kegiatan-kegiatan usaha produktif kelompok pada dasarnya masih sederhana dan karenanya belum memerlukan modal yang besar untuk setiap rencana yang dibuat. Ketersediaan modal itu penting, tetapi bagaimana menyediakan modal pada kelompok. Salah satu cara yang ditempuh adalah adanya iuran anggota kelompok.
Iuran anggota tidak hanya menjadi tali pengikat dalam berkelompok tetapi menjadi stimulan bagi petani untuk menganggap setiap usaha pengumpulan uang/modal/iuran menjadi sarana yang kuat untuk berperilaku sebagai pengusaha yang menghitung setiap rupiahnya dan selalu menggunakannya pada usaha-usaha yang efisien (produktif). Upaya pemupukan modal yang semakin baik akan bertemu dan bersinergi dengan sistem organisasi kelompok semakin solid, produksi yang semakin meningkat dan perkembangan proses produksi dan pasca panen.
KESIMPULAN
1. Kelompok tani ternak Bontosura termasuk dalam kategori kelas madya dengan nilai 705, sementara kelompok tani ternak Bunging Lohe dalam kategori kelas pemula (nilai 315). Dilain pihak, kelompok tani ternak lainnya dalam katergori kelas lanjut dengan nilai masing-masing kelompok adalah Singaraja KWT 510, Jatia 405, Bontosura KWT 495, Garuda 430, Singaraja 405, serta Saukeng 425.
2. Rata-rata skor aspek administrasi kelompok tani yang disurvey adalah 77.5, dengan karakteristik secara umum memiliki buku administrasi kelompok seperti buku tamu, buku pinjaman, daftar anggota, buku simpanan, notultn rapat, buku kas, buku produksi.
3. Untuk aspek perencanaan umumnya kelompok telah memiliki Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Rencana pengembangan usaha telah dibuat, dan saat survey dilakukan kelompok tani ternak telah melaksanakannya. Rata-rata skor aspek perencanaan adalah 48.1.
4. Organisasi dan kelembagaan, umumnya kelompok tani ternak telah disusun Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), dengan kondisi kepengurusan kelompok sudah lengkap. Kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok 50-90%.
5. Pemupukan modal dengan rata-rata skor yang dicapai kelompok tani ternak adalah 85,0. Secara umum pengembangan modal dilakukan melalui iuran/simpanan anggota, mengembangkan usaha simpan pinjam dan arisan.
6. Kelompok tani ternak melakukan hubungan kelembagaan dengan kerjasama pihak dinas terkait, swasta seperti pengusaha saprodi, pengusaha hasil bumi, koperasi, perguruan tinggi, dengan rata-rata skor aspek hubungan kelembagaan adalah 46.9.
7. Rata-rata skor aspek teknologi kelompok tani yang disurvey adalah 52,5. Kelompok tani telah menerapkan teknologi budidaya seperti fermentasi limbah pertanian sebagai pakan ternak, reproduksi (IB), pascapanen seperti bokashi, kompos, pengolahan telur asin, gula kambuh, pengolahan dan pemasaran coklat. Teknologi ini terkait dengan usaha-usaha yang dikembangkan kelompok.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ucapkan terima kasih kepada Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas, atas bantuan dana penelitian ini melalui DIPA PNBP Universitas Hasanuddin Tahun 2008. Disampaikan pula terima kasih kepada Rosmini, S.Pt, Surya, S.Pt sebagai Petugas Lapangan Peternakan Dinas Peternakan Kab. Bulukumba atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Peternakan Sul Sel. 2003. Pendampingan (Community Development and Capacity Building) Program Program Pengembangan Usahatani dan Ternak di Kawasan Timur Indonesia Propinsi Sulawesi Selatan. Dinas Peternakan Sulawesi Selatan, Makassar

Direktorat Pengembangan Peternakan. 2002. Pengembangan Kelembagaan Peternak di Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan Direktorat Pengembangan Peternakan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2003. Buku Pintar Program Pengembangan Usahatani dan Ternak di Kawasan Timur Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Sidik, M. 1998. Pemberdayaan Kelompok Tani Menjadi Koperasi Tani. Bahan Ajar TOT Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan Pangan Nasional. Kerjasama IPB-Deptan-Depkop PKM, Bogor