Senin, 27 Oktober 2008

PEMBUATAN JERAMI PADI AMONIASI SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK POTENSIAL DI KECAMATAN UJUNG LOE KABUPATEN BULUKUMBA

(Program penerapan IPTEKS)
Oleh : Agustina Abdullah dan Hilda Ibrahim

BAB I. PENDAHULUAN

Analisis Situasi
Khusus ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing, hijauan merupakan sumber makanan utamanya. Hijauan pakan yang umum diberikan untuk ternak ruminansia adalah rumput-rumputan yang berasal dari padang penggembalaan atau padang rumput, tegalan, pematang serta pinggiran jalan. Beberapa kendala dalam penyediaan hijauan adalah perubahan fungsi lahan yang sebelumnya sebagai sumber hijauan menjadi lahan pemukiman, lahan tanaman pangan, dan tanaman industri sehingga lahan padang penggembalaan sebagai sumber hijauan berkurang. Disamping itu ketersediaan hijauan juga dipengaruhi oleh musim, dimana saat musim hujan produksi hijuan tinggi dilain pihak saat musim kemarau produksi hijauan kurang (Syamsu, et al., 2003).
Pengembangan peternakan sangat terkait dengan pengembangan wilayah. Kabupaten Bulukumba adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang berpotensi untuk pengembangan peternakan. Jenis ternak ruminansia yang banyak dikembangkan adalah ternak sapi dan kambing. Berdasarkan data statistik peternakan tahun 2006, Kabupaten Bulukumba merupakan kabupaten penghasil ternak sapi terbesar keempat di Sulawesi Selatan yakni 66.395 ekor atau 8,84% dari total populasi di Sulawesi Selatan. Ternak yang lain adalah kambing yakni 27.170 ekor atau 5,21% dari total produksi di Sulawesi Selatan (BPS Sul Sel, 2007). Disamping peternakan, wilayah ini memproduksi berbagai tanaman pangan. Sebagai illustrasi, tahun 2006 Kabupaten Bulukumba termasuk penghasil kacang tanah terbesar kedua (4.368 ton) dan jagung terbesar keempat (64.379 ton) di Sulawesi Selatan atau masing-masing 10,3% dan 12,0% dari total produksi di Sulawesi Selatan. Produksi yang lain adalah padi 142.165 ton, ubi jalar 2.898 ton, ubi kayu 26.943 ton, kedelei 165 ton, serta kacang hijau 145 ton.
Besarnya produksi tanaman pangan memberikan implikasi terhadap meningkatnya jumlah limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Jenis limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kedelei, pucuk ubi kayu, jerami kacang tanah, serta jerami ubi jalar. Ketersediaan limbah pertanian dipengaruhi oleh luas areal panen komoditi tanaman pangan di suatu daerah, dimana semakin tinggi luas areal panen maka produksi limbah pertanian akan semakin besar.
Ketersediaan hijauan sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia memiliki beberapa kendala atau permasalahaan yakni ketersediannya secara musiman dimana pada musim hujan jumlahnya banyak dan pada musim kemarau jumlahnya sedikit. Lahan padang penggembalaan sebagai sumber hijauan berkurang karena lahan tersebut dikonversi menjadi lahan perkebunan, lahan tanaman pangan dan pemukiman. Untuk itu perlu alternatif lain untuk menutupi kebutuhan hijauan untuk ternak. Lahan tanaman pangan yang semakin diperluas menyebabkan luas areal panen meningkat, sehingga produksi limbah pertanian juga meningkat. Oleh sebab itu pemanfaatan limbah tanaman pangan khususnya jerami padi adalah alternatif yang tepat sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia.
Hasil penelitian Syamsu dan Abdullah (2008) menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bulukumba (2006), yaitu 59.055,4 ST yang terdiri atas ternak sapi 65.833 ekor atau 50.497,5 ST, kerbau 5503 ekor atau 5164,2 ST, kambing 25.043 ekor atau 3393,6 ST. Khusus untuk kecamatan Ujung Loe jumlah populasi ternak sapi Ujung Loe 4762,6 ST. Populasi sapi dikecamatan lainnya Gangking 5828,1 ST, Ujung Bulu 362,0 ST, Bontobahari 2298,9 ST, Bontotiro 2881,1 ST, Herlang 6974,8 ST, Kajang 6365,8 ST, dan Rilau Ale 2627,9 ST.
Dengan jumlah populasi ternak ruminansia khususnya sapi yang telah dipaparkan di atas, dalam rangka pengembangannya perlu didukung oleh ketersediaan pakan hijauan. Salah satu sumber pakan yang dapat dimanfaatkan adalah limbah tanaman pangan khususnya jerami padi. Jerami padi memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi potong. Jumlah produksi bahan kering jerami padi di Kabupaten Bulukumba adalah 140.488,6 ton. Jumlah ini merupakan produksi limbah tanaman pangan yang terbesar jika dibandingkan dengan produksi limbah lainnya yaitu jerami jagung 23.729,1 ton, pucuk ubi kayu 1637,6 ton, jerami ubi jalar 579,2 ton, jerami kacang tanah 11380,5 ton dan jerami kedelai 74,7 ton. Tingginya produksi jerami padi disebabkan karena luas areal panen padi yang lebih dibandingkan dengan komoditi tanaman pangan lainnya (Syamsu dan Abdullah, 2008).
Namun demikian, dengan jumlah produksi jerami padi yang cukup besar sebagai pakan sapi potong dalam pemanfaatannya sebagai pakan masih rendah. Abdullah dan Syamsu (2008) menyatakan bahwa pemanfaatan limbah tanaman pangan sebagai pakan di Kabupaten Bulukumba tergolong masih rendah, yaitu sebanyak 55,21% peternak yang tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan yaitu 55,21%, dan sebaliknya hanya 44,79% peternak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan. Terkait dengan teknologi pakan, menunjukan bahwa 54 responden atau 56,25% mengetahui tentang teknologi pakan, dan selebihnya tidak mengetahui teknologi pakan. Para peternak mengetahui teknologi pakan melalui berbagai sumber seperti pelatihan, bimbingan, dan demonstrasi yang dilakukan aparat dinas peternakan atau instansi lainnya, serta dari sumber media cetak dan elektronik. Jenis teknologi yang diketahui oleh peternak adalah amoniasi atau fermentasi lainnya yang mencapai 50% peternak. Namun demikian, bagi peternak yang mengetahui teknologi pakan hanya 24,07% yang menerapkan atau melakukan teknologi tersebut.
Dengan demikian, paparan di atas memberikan gambaran bahwa di satu sisi jerami padi sebagai pakan menunjukkan produksi yang tinggi sebagai pakan, namun dalam pemanfaatannya sebagai pakan masih kurang digunakan oleh peternak. Hal ini diikuti oleh rendahnya tingkat adopsi teknologi pakan jerami padi yang juga rendah, yang tentunya diakibatkan oleh berbagai kendala yang dihadapi oleh peternak. Untuk itu kegiatan ini dilakukan untuk akselerasi dan peningkatan adopsi teknologi pakan amoniasi jerami padi untuk meningkatkan pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ruminansia khsusunya sapi potong di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba.

Perumusan Masalah
Jerami padi memiliki potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak. Namun demikian di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba jumlah peternak yang memanfaatkannya sebagai pakan masih kurang, sehingga penggunaannya sebagai pakan belum optimal. Beberapa masalah yang menyebabkan jerami padi tidak/kurang digunakan sebagai pakan adalah a). peternak masih menganggap ketersediaan rumput alam masih mencukupi untuk ternak, b). setelah panen khususnya padi, secepatnya dilakukan pembersihan sawah karena akan dilakukan penanaman kembali terutama pada pola pertanian yang intesif sehingga jerami padi dibakar, c). sulitnya mengumpulkan jerami padi dan pengangkutannya ke sekitar rumah (pemukiman), karena lahan sawah relatif jauh dari rumah.
Dilain pihak, untuk memanfaatkan jerami padi sebagai pakan perlu dilakukan sentuhan teknologi untuk meningkatan kualitas jerami padi. Jerami padi sebagai makanan ternak masih memiliki keterbatasan yang disebabkan oleh tingginya kandungan silika dan rendahnya kandungan zat makanan seperti protein yang dibutuhkan oleh ternak. Karakteristik jerami padi ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen dan mineral esensial, sedang serat kasarnya yang tinggi sehingga kecernaannya hanya mencapai 37 %. Beberapa teknologi pengolahan jerami padi yang selama ini telah diaplikasikan ke peternak seperti hay, amoniasi jerami, fermentasi jerami belum berjalan dengan baik atau kurang diterapkan/digunakan dengan optimal.

Beberapa masalah yang menjadi hambatan sehingga tidak/kurang diterapkannya teknologi tersebut antara lain, peternak menganggap teknologi pakan tidak efektif dan hanya menghabiskan/membuang waktu saja. Disamping itu peternak terkendala dengan penyimpanan limbah, biaya pengolahan limbah yang dianggapnya mahal, dan kendala transportasi pengangkutan dari tempat asal limbah ke tempat penyimpanan/pemukiman. Peternak akhirnya beranggapan bahwa akan lebih efektif dan tidak mengeluarkan biaya jika teknologi tersebut tidak diterapkan.
Dengan demikian, terjadi kesenjangan antara jumlah/potensi jerami padi sebagai pakan ternak yang jumlahnya melimpah dan potensi tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Disamping itu telah tersedia teknologi pakan jerami padi, namun kenyataan di lapangan pada tingkat peternak belum diterapkan sehingga tingkat adopsi teknologi belum berjalan/rendah.
Berdasarkan paparas di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang harus diselesaikan sebagai berikut :
1. Peternak umumnya masih beternak secara ekstensial tradisional dengan mengandalkan pakan ternak hijauan rumput. Sehingga pada musim kering ternak mengalami kekurangan pakan ternak hijauan yang bermutu.
2. Pengetahuan dan keterampilan peternak masih terbatas tentang berbagai pakan hijuan ternak yang berasal dari limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
3. Peternak belum memanfaatkan secara optimal limbah pertanian jerami padi sawah untuk menjadi pakan ternak.
4. Peternak kurang terampil dalam memanfaatkan jerami padi menjadi pakan ternak melalui proses amoniasi.
Untuk itu perlu dilakukan suatu kegiatan dalam mempercepat dan meningkatkan adopsi teknologi pakan amoniasi jerami padi dalam bentuk pelatihan sebagai upaya peningkatan optimalisasi pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak khususnya ruminansia di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba.

Tujuan
Tujuan dilaksnakannya kegiatan penerapan ipteks adalah :
a) Untuk meningkatkan kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan penguasaan teknologi penyediaan dan pengolahan pakan khususnya teknologi amoniasi jerami padi bagi peternak di Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba.
b) Mempercepat transformasi teknologi amoniasi jerami padi sebagai pakan untuk ternak di tingkat masyarakat (peternakan rakyat) yang dapat dikemas menjadi teknologi teknologi tepat guna.
c) Optimalisasi pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak ruminiansia khususnya ternak sapi dengan meningkatkan kualitas dan palatabilitasnya melalui teknologi amoniasi jerami padi.

Manfaat
Kegiatan penerapan ipteks ini memberikan manfaat sebagai berikut :
a) Peningkatkan ketersediaan pakan ternak secara berkesinambungan serta penanganan terhadap limbah pertanian khususnya jerami padi yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas ternak dan pendapatan peternak.
b) Peningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak tentang pemanfaatan limbah pertanian jerami padi agar dapat berdaya guna dan berhasil guna sebagai salah satu sumber pakan ternak spesifik lokasi.
c) Peternak terampil dalam pembuatan pakan ternak jerami padi Amoniasi, untuk meningkatkan dan mengembangkan ternaknya.
d) Peternak mempunyai keterampilan mengelola lingkungan hidupnya, sehingga usaha peternakan dapat berkelanjutan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya Pakan
Pakan atau makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh ternak. Secara umum bahan makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, tetapi tidak semua komponen dalam bahan makanan ternak tersebut dapat dicerna oleh ternak. Bahan makanan ternak mengandung zat makanan dan merupakan istilah umum, sedangkan komponen dalam bahan makanan ternak tersebut yang dapat digunakan oleh ternak disebut zat makanan (Tillman et al. 1989). Karena ternak umumnya tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya, maka Parra dan Escobar (1985) mengelompokkan pakan berdasarkan produk utamanya yaitu pakan yang berasal dari produk tanaman untuk manusia dan tanaman untuk makanan ternak, dengan klasifikasi seperti terlihat pada Gambar 2.
Dilain pihak, menurut Jayasuriya (2002), sumberdaya pakan dapat dikategorikan dalam empat kelompok sebagai berikut.
1. Pakan dengan serat tinggi dan protein rendah. Jenis pakan yang tergolong dalam kelompok ini adalah limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung dengan karakteristik kandungan serat yang tinggi (>700 g dinding sel/kg bahan kering) dan kandungan protein yang rendah (20-60 g protein kasar/kg bahan kering).
2. Pakan dengan serat tinggi dan protein tinggi. Pakan yang termasuk kategori ini adalah beberapa limbah industri pertanian (agroindustrial byproducts) seperti dedak padi dan dedak jagung, termasuk pula limbah pertanian seperti limbah kacang tanah dan pucuk ubi kayu. Karakteristiknya adalah kandungan seratnya antara <400 - >700 g dinding sel/kg bahan kering dengan kandungan protein >60 g protein kasar/kg bahan kering.
3. Pakan dengan serat rendah dan protein rendah. Pakan yang termasuk dalam kategori ini adalah pakan dengan serat dan protein yang rendah, akan tetapi memiliki kandungan energi yang cukup tinggi seperti molases serta limbah industri pengolahan buah-buahan sehingga banyak digunakan sebagai sumber energi.
4. Pakan dengan serat rendah dan protein tinggi. Pakan kategori ini biasa disebut sebagai pakan konsentrat. Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau tanaman serealia (jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (kacang hijau, kedelai), atau yang berasal dari hewan seperti tepung daging dan tepung ikan.
Dilain pihak, Simbaya (2002) membagi sumberdaya pakan ternak ke dalam empat golongan, yaitu hijauan (forages), limbah pertanian (crop residues), limbah industri pertanian (agroindustrial byproduct) dan pakan non konvensional (non convensional feed). Forages adalah semua jenis hijauan pakan, baik yang sengaja ditanam maupun yang tidak. Termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa, baik leguminosa menjalar, perdu maupun pohon. Hartadi et al. (1993) mengemukakan bahwa forages atau hijauan pakan adalah bagian tanaman terutama rumput dan leguminosa yang dipergunakan sebagai pakan ternak. Biasanya hijauan mengandung serat kasar sekitar 18% dari bahan keringnya.
Hijauan makanan ternak bersumber dari padang rumput alam atau dengan melakukan penanaman hijauan makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan iklim di suatu wilayah (Simbaya 2002). Ketersediaan hijauan pakan ternak di Indonesia tidak tersedia sepanjang tahun, dan hal ini merupakan suatu kendala yang perlu dipecahkan. Musim penghujan produksi hijauan berlimpah, dan sebaliknya pada musim kemarau mengalami kekurangan. Hijauan pakan yang tersedia di pedesaan adalah rumput unggul, rumput lapangan dan leguminosa (Diwyanto et al. 1996).
Pengembangan ternak khususnya ternak ruminansia masih tergantung pada kecukupan tersedianya pakan hijauan baik jumlah, kualitas dan kesinambungannya sepanjang tahun. Hijauan pakan yang digunakan untuk ternak ruminansia sering mengalami kekurangan terutama di musim kering dengan mutu yang rendah. Selain itu penggunaan lahan untuk tanaman pakan masih bersaing dengan tanaman pangan karena tanaman pakan belum menjadi prioritas (Sajimin et al. 2000).
Limbah pertanian adalah pakan yang bersumber dari limbah tanaman pangan dan produksinya sangat tergantung pada jenis dan jumlah areal penanaman atau pola tanam dari tanaman pangan di suatu wilayah (Makkar 2002). Produksi limbah pertanian dapat diestimasi berdasarkan asumsi dari perbandingan antara produk utama dengan limbahnya. Estimasi produksi limbah pertanian dapat menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan angka konversi (rasio) yang digunakan. Untuk mengetahui produksi limbah pertanian di suatu wilayah dapat diperkirakan berdasarkan luas areal panen dari tanaman pangan tersebut (Jayasuriya 2002). Jenis limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pakan seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang kedelai, jerami kacang tanah dan pucuk ubi kayu (Djajanegara 1999).
Menurut Djajanegara (1999), beberapa kendala pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan adalah pada umumnya memiliki kualitas rendah dengan kandungan serat yang tinggi dan protein dan kecernaan yang rendah, akibatnya bila digunakan sebagai pakan basal dibutuhkan penambahan bahan pakan yang memiliki kualitas yang baik (konsentrat) untuk memenuhi dan meningkatkan produktivitas ternak. Kendala lainnya adalah produksi limbah pertanian bersifat musiman yaitu melimpah saat panen dan jumlah limbah pertanian yang dapat dikumpulkan oleh perternak terbatas karena tidak memiliki fasilitas untuk penyimpanan.
Menurut Soetanto (2000), untuk mengatasi masalah pakan secara umum dapat dilakukan tiga pendekatan. Pertama, memperluas keragaman sumber pakan dengan melakukan upaya pemanfaatan lahan tidur untuk penanaman hijauan makanan ternak, pemanfaatan limbah pertanian dan industri, dan menghidupkan kembali tanah-tanah pangonan. Selain itu dengan melakukan sistem pertanian lorong dan intensifikasi lahan pekarangan dengan memanfaatkan leguminosa perdu. Kedua, meningkatkan kualitas pakan melalui peningkatan kualitas pakan basal, peningkatan nilai nutrisi protein serealia dan upaya menghilangkan senyawa antinutrisi dalam pakan. Ketiga, memperbaiki sistem pemberian pakan dengan upaya yang dilakukan adalah perbaikan formulasi ransum ternak yang sesuai dengan daerah tropis dan manajemen pemberian pakan untuk ternak. Tingkat adopsi suatu inovasi teknologi pakan dalam pengembangan pakan sangat kompleks. Namun satu hal yang sering diabaikan adalah kurangnya pemahaman terhadap persepsi peternak dibanding dengan para peneliti. Soetanto (2001) mengidentifikasi beberapa penyebab kegagalan program-program di bidang pengembangan pakan seperti pada Tabel 1.
Untuk memanfaatan limbah pertanian dan industri pertanian sebagai pakan perlu diperhatikan beberapa hal yaitu : a) jumlah yang tersedia (kuantitas) untuk dapat digunakan sebagai pakan, b) distribusi yaitu jarak antara lokasi produksi limbah tersebut dengan tempat pemeliharaan ternak (pedesaan), c) infrastruktur yang berhubungan dengan transportasi dan fasilitas penanganan dan penyimpanan, d) kesinambungan produksi, dan e) teknologi yang tersedia dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan efisiensinya (Preston 1986).

Jerami Padi sebagai Pakan Ternak Ruminansia
Limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat digunakan sebagai makanan ternak. Karakteristik limbah tanaman pangan secara umum dengan kualitas nutrisi yang rendah sehingga memiliki keterbatasan dalam penggunaannya sebagai pakan ternak (Shanahan et al. 2004). Jerami padi merupakan salah satu limbah tanaman pangan yang terdapat dalam jumlah melimpah dan mudah diperoleh untuk dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Karakteristik jerami padi ditandai dengan tingginya kandungan serat kasar dan rendah kandungan nitrogen, kalsium serta fosfor. Hal ini mengakibatkan daya cerna jerami padi rendah dan konsumsi menjadi terbatas, akan tetapi masih potensial digunakan sebagai sumber energi (Leng 1980).
Upaya meningkatkan nilai manfaat jerami padi sebagai pakan telah dilaporkan beberapa peneliti. Ternak sapi yang mendapat pakan dengan perlakuan jerami padi ditambahkan urea 4% menunjukkan pertambahan berat badan dan konversi ransum nyata lebih baik dibandingkan dengan pakan jerami dengan penambahan kombinasi 2% urea dan 3% kapur (Xuan Trach et al. 2001). Xuan Trach (2004) melaporkan bahwa teknologi peningkatan nilai nutrisi jerami padi dengan perlakuan penambahan urea sebagai pakan ternak sapi pada kondisi peternakan rakyat dapat meningkatkan produktivitas ternak dengan tingkat konsumsi dan pertambahan berat badan yang lebih baik dibandingkan dengan jerami padi tanpa penambahan urea. Tingkat adopsi peternak dan penerapan teknologi tersebut dipengaruhi oleh aspek sosial ekonomi seperti pola pikir dan perilaku peternak, serta pemahaman terhadap manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan teknologi tersebut.
Penelitian penggunaan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia dilaporkan Bestari et al. (1999), bahwa pemberian pakan hijauan silase jerami padi yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan yang sedang tumbuh dapat memberikan nilai gizi dan nilai manfaat ransum yang lebih baik daripada jerami padi tanpa pengolahan, dan setara dengan pakan hijauan rumput gajah. Pemberian pakan silase jerami padi yang ditambahkan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole jantan yang sedang tumbuh memberikan pengaruh yang terbaik terhadap nilai kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan NDF bila dibandingkan dengan pakan hijauan rumput gajah maupun jerami padi.
Pengolahan jerami padi yang difermentasi dengan starbio menunjukkan komposisi nutrien jerami padi mengalami peningkatan kualitas dibanding jerami padi yang tidak difermentasi. Dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi, jerami padi yang difermentasi dengan probiotik starbio mengalami peningkatan kandungan protein kasar. Komposisi serat jerami padi tanpa fermentasi nyata lebih tinggi dibanding dengan jerami padi yang difermentasi dengan starbio (Syamsu 2001a).
Dalam aplikasi di lapangan pada peternakan rakyat menunjukkan rata-rata konsumsi bahan kering pakan terdapat perbedaan nyata antara jerami padi fermentasi (4.41 kg/ekor/hari) dengan jerami padi tanpa fermentasi (3.35 kg/ekor/hari) pada ternak sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probiotik mempunyai palatabilitas yang lebih tinggi dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi. Pertambahan berat badan sapi dipengaruhi oleh faktor kualitas pakan, serta kemampuan ternak untuk memanfaatkan pakan tersebut. Rataan pertambahan berat badan harian menunjukkan bahwa sapi Bali yang diberi jerami padi fermentasi memberikan respon pertambahan berat badan harian yang lebih tinggi (0.37 kg) dibanding dengan jerami padi tanpa fermentasi (0.25 kg). Pertambahan berat badan yang lebih tinggi pada jerami fermentasi dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang juga tinggi (Syamsu et al. 2003).
Teknologi fermentasi jerami padi dengan litter ayam dapat meningkatkan kualitas protein kasar jerami padi, konsumsi bahan kering dan pertambahan berat badan ternak sapi yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi yang difermentasi dengan urea (Quoc Viet dan Duc Kien 2001). Dilain pihak, Syamsu (2001b) menyatakan bahwa penambahan manure ayam memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar protein kasar jerami padi. Kadar protein kasar antara tanpa penambahan manure ayam dan 10% manure ayam tidak menunjukkan perbedaan, tetapi kedua perlakuan tersebut lebih rendah dibanding dengan penambahan manure ayam 20 dan 30 %. Protein kasar jerami padi dapat meningkat dengan penambahan manure ayam sebagai starter (Suryani 1994). Perlakuan biologis dapat menyebabkan ikatan lignoselulose dan lignohemiselulose pada jerami padi merenggang dan akhirnya putus (Komar 1984) dan putusnya ikatan tersebut disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada manure ayam (Laconi 1992).
Haryanto et al. (2004) menyatakan bahwa peningkatan nilai nutrisi jerami padi dapat dilakukan melalui bioproses fermentasi menggunakan probiotik sebagai pemacu pemecahan komponen lignosellulosa di dalam jerami padi tersebut. Pemberian jerami padi fermentasi dengan probion sebagai pakan domba dapat meningkatkan produktivitas domba dibandingkan dengan pemberian pakan secara tradisional. Dilain pihak, Martawidjaja dan Budiarsana (2004) melaporkan bahwa jerami padi yang difermentasi dengan probion dapat menggantikan rumput raja sebagai pakan dasar untuk ternak kambing PE betina fase pertumbuhan. Pemberian jerami padi fermentasi secara terpisah dari konsentrat menghasilkan respon pertumbuhan dan konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan bentuk ransum komplit.

Teknologi Pengolahan Jerami Padi
Teknologi pengolahan jerami padi dapat dilakukan dengan pengolahan secara fisik, kimiawi dan biologis (Gambar 3). Secara umum teknologi pengolahan limbah pertanian khususnya jerami padi dilakukan dengan tujuan untuk : a). memperbaiki nilai nutrisi dan kecernaan, serta meningkatkan fermentasi ruminal dengan menambahkan elemen yang kurang, b). mengoreksi defisiensi jerami dengan menambahkan nitrogen atau mineral, c). meningkatkan konsumsi dengan cara memperbaiki palatabilitas, d). meningkatkan ketersediaan energi, serta e). mengurangi sifat amba dari jerami padi (Komar, 1984).

Peningkatan produksi ternak ruminansia memerlukan penyediaan pakan dalam jumlah yang besar, terutama sumber serat yang murah. Salah satu sumber pakan ternak ruminansia yang potensial adalah limbah hasil pertanian. Umumnya jerami/limbah pertanian mempunyai kualitas yang kurang baik, dengan kandungan lignoselulosa yang tinggi. Upaya peningkatan kualitas limbah pertanian baik secara fisik, kimia dan biologis telah banyak direkomendasikan salah satunya adalah teknologi amoniasi jerami padi (Komar,1984).
Jerami padi adalah bagian batang tubuh tanaman padi yang telah dipanen bulir-bulir buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi akar dan bagian yang tertinggal setelah disabit (Komar, 1984). Karakteristik jerami padi ditandai dengan rendahnya kandungan nitrogen dan mineral esensial, sedang serat kasarnya yang tinggi sehingga kecernaannya hanya mencapai 37 % (Djajanegara, 1983).
Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak di Indonesia baru mencapai 31 - 39 %, sedangkan yang dibakar atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 36 - 62 %, dan sekitar 7 - 16 % digunakan untuk keperluan industri (Komar, 1984). Faktor penghambat utama dalam penggunaan jerami sebagai makanan ternak adalah rendahnya koefisien cerna dan nilai gizinya. Hal ini disebabkan karena ikatan intermolekuler hidrogen, terjadinya kristalisasi daripada lignin dan silika (Friss, 1982). Menurut Hann (1978) nilai gizi jerami tergantung dari ketersediaan zat makanan dan juga sifat-sifat kimia jerami. Sifat kimia tersebut meliputi lignifikasi, silifikasi dan kristalisasi selulosa. Akibatnya daya cerna jerami padi menjadi rendah, hanya 30 %.
Dinyatakan pula oleh Jackson (1978) bahwa serat jerami padi mengandung silika dalam gugus organik sebanyak 12 - 16 % dari bahan kering. Sutrisno (1983) menguraikan bahwa silika merupakan kristal yang terdapat dalam dinding sel yang mengisi ruang antar sel. Kristal silika ini tidak larut dalam cairan rumen, dengan demikian merupakan hambatan bagi mikroba rumen dan enzim yang dihasilkan untuk mencerna jerami padi.
Kemampuan ruminansia dalam memanfaatkan jerami padi tergantung mikroba rumen untuk mensuplai enzim yang mampu mencerna serat kasar dalam jerami padi (Schiere dan Ibrahim, 1989). Untuk membantu kegiatan mikroba rumen mencerna jerami padi dilakukan berbagai cara seperti dikemukakan oleh Ibrahim (1983), yaitu : 1) pra perlakuan secara fisik ; dipotong-potong, digiling, direndam, direbus, dibuat pellet dan gamma irradiasi. Perlakuan ini akan memecahkan lapisan kulit seperti lignin dan memperluas permukaan partikel makanan sehingga mikroorganisme dapat langsung mencerna selulosa. Dengan demikian kecepatan fermentasi akan meningkat, waktu retensi makanan akan menurun dan konsumsi pakan meningkat, 2) pra perlakuan secara kimia, menggunakan bahan kimia antara lain NaOH, Ca(OH)2, amonium hidroksida atau anhidrat amonia, urea amonia, sodium karbonat, sodium klorida, gas klor, sulfur dioksida. Larutan basa dapat mengurangi ikatan hidrogen antar molekul selulosa, 3) pra perlakuan fisik-kimia ; melakukan gabungan kedua cara di atas seperti pemotongan dengan NaOH, dibuat pellet dan NaOH, dan sebagainya, 4) pra perlakuan biologi ; dilakukan dengan penambahan enzim, menumbuhkan jamur dan bakteri, fermentasi anaerob.
Perlakuan terhadap jerami sebelum diberikan ke ternak bertujuan untuk meningkatkan kecernaan dengan jalan meningkatkan tingkat kelarutan lignin atau mengurangi ikatan hidrogen antara lignin atau komponen fenolik dan fraksi dinding sel jerami padi terutama selulosa (Ibrahim, 1983). Selanjutnya ikatan tersebut akan terurai pada derajat keasaman yang ekstrim, yaitu kurang dari 8.0 atau lebih, dengan demikian tingkat kelarutan fraksi tersebut meningkat yang akhirnya meningkatkan nilai gizi.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa mengingat karakteristik jerami padi, maka untuk tujuan meningkatkan nilai manfaat jerami padi diperlukan upaya yang diarahkan untuk memperkecil faktor pembatas pemanfaatannya, sehingga potensinya yang besar sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan, sehingga perlu adanya sentuhan teknologi dalam pengolahan jerami padi. Teknologi yang diterapkan haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut mudah dan praktis serta ekonomis, jerami padi yang telah diolah harus lebih murah atau minimal tidak lebih mahal dengan pakan lain dengan nilai gizi yang setara, peralatan yang digunakan tidak mahal ataupun yang telah dimiliki oleh peternak, serta bahan yang digunakan harganya tidak mahal (Komar, 1984).
Amoniasi merupakan suatu cara pengolahan jerami padi secara kimiawi dengan menggunakan gas amonia. Namun karena pengadaan gas amonia mahal sehingga dicarilah sumber gas amonia yang murah dan mudah didapat. Salah stau diantaranya adalah dengan menggunakan urea CO(NH2)2. Urea merupakan senyawa kimia yang mengandung lebih kurang 45 % unsur nitrogen (Komar, 1984).
Beberapa manfaat dari amoniasi yaitu memperkaya kandungan protein dua sampai empat kali lipat dari kandungan protein semula, meningkatkan daya cerna, meningkatkan kuantitas konsumsi pakan. Dalam proses amoniasi, amoniak akan berperan untuk menghidrolisa ikatan lignin-selulosa, menghancurkan ikatan hemiselulosa, memuaikan atau mengembangkan serat selulosa sehingga memudahkan penetrasi enzim selulosa, serta meningkatkan kadar nitrogen sehingga kandungan protein kasar juga meningkat (Komar, 1984).
Seperti diketahui bahwa jerami padi yang rendah kandungan nitrogen, sehingga dengan penggunaan urea dalam amoniasi dapat memperbaiki kandungan nitrogen jerami padi yang sekaligus dapat meningkatkan konsumsi dan daya cernanya. Peningkatan kadar nitrogen dimungkinkan karena urea merupakan sumber amonia (NH4), maka terjadi proses hidrolisa yang selanjutnya dengan enzim urease, urea dapat terurai menjadi ammonia dan CO2 (Schiere dan Ibrahim, 1989).


BAB III. MATERI DAN METODE

Kerangka Pemecahan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan maka untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dilakukan pemecahan masalah sebagai berikut :
1. Melakukan pembelajaran tentang pengetahuan cara pemanfaatan limbah pertanian, khususnya jerami padi kepada peternak melalui metode ceramah, diskusi dan curah pikir.
2. Memperkenalkan cara pembuatan jerami padi amoniasi yang sederhana, praktis, efisien, dan mudah dilakukan melalui cara demonstrasi pembuatan jerami padi amoniasi.
3. Menyediakan peralatan dan bahan untuk demonstrasi pembuatan jerami padi amoniasi, seperti kantong plastik, jerami, pupuk urea, dengan melakukan praktikum.
4. Melatih peternak membuat sendiri jerami padi amoniasi, dengan mempraktikkan keseluruhan materi pelatihan yang telah diajarkan.

Khalayak Sasaran
Untuk meningkatkan efektifitas penyebaran informasi dan adopsi inovasi teknologi pembuatan jerami padi amoniasu oleh petani peternak secara luas maka dibutuhkan sekelompok peternak yang mempunyai tingkat pengetahuan cukup serta mempunyai motivasi tinggi. Kelompok sasaran yang dipilih adalah ketua kelompok tani ternak dan peternak. Disamping itu khalayak sasaran lainnya adalah kepala dusun, tokoh masyarakat, petugas lapangan peternakan/penyuluh pertanian lapangan, dan aparat desa. Diharapkan khalayak sasaran yang telah mengikuti pelatihan ini, dapat menyebarluaskan informasi dan pengetahuan yang diperoleh pada peternak lainnya.
Metode Kegiatan

Metode pelaksanaan kegiatan penerapan ipteks adalah :
1. Penyajian materi latihan, metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan curah pikir.
2. Demonstrasi pembuatan jerami padi amoniasi oleh pemateri, dengan memperlihatkan kepada peserta tentang teknik pembuatan jerami padi amoniasi.
3. Praktek pembuatan jerami padi amoniasi oleh peternak, dengan menfasilitasi dan menuntun peserta dalam melakukan sendiri pembuatan jerami padi amoniasi.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Lokasi dan Khalayak Sasaran
Tahap awal pelaksanan kegiatan penerapan ipteks adalah melakukan identifikasi lokasi pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan identifikasi lokasi ditetapkan sebagai lokasi kegiatan adalah di Desa Bijawang Kecmatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba.
Pelaksanaan identifikasi lokasi kegiatan dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah (kepala desa), terutama untuk mengetahui kesiapan peserta/peternak dalam hal penentuan waktu pelaksanaan kegiatan pelatihan.
Disamping itu dilakukan pula identifikasi khalayak sasaran yang menjadi peserta dalam kegiatan penerapan ipteks (pelatihan). Hal ini dilakukan untuk menjaring informasi awal tentang kondisi obyektif wilayah sasaran khususnya manajemen pakan pada peternakan rakyat dan potensi sumberdaya jerami padi sebagai limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Hasil identifikasi tentang kondisi wilayah sasaran (Desa Bijawang) menunjukkan bahwa secara umum peternak belum menggunakan jerami padi sebagai pakan ternak, sistem pemeliharaan ternak sapi belum dilakukan dengan pola intensif (perkandangan), serta manajemen pemberian pakan masih menggunakan rumput lapangan/alam sebagai pakan utamanya. Namun demikian para peternak menyadari bahwa ketersediaan sumber hijauan khususnya rumput lapangan/alam ketersediannya terbatas, sehingga pada saat tertentu terutama musim kemarau hijuan tidak tersedia.
Dengan demikian terjadi kekurangan hijauan untuk ternak, sehingga teknologi amoniasi jerami padi sangat layak untuk dilakukan sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kekurangan hijauan tersebut sebagai stok pakan. Komar (1984) mengemukakan mengingat karakteristik jerami padi yaitu kandungan serat tinggi dan protein yang rendah, maka untuk tujuan meningkatkan nilai manfaat jerami padi diperlukan upaya yang diarahkan untuk memperkecil faktor pembatas pemanfaatannya, sehingga potensinya yang besar sebagai pakan ternak dapat ditingkatkan, sehingga perlu adanya sentuhan teknologi dalam pengolahan jerami padi. Teknologi yang diterapkan haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut mudah dan praktis serta ekonomis, jerami padi yang telah diolah harus lebih murah atau minimal tidak lebih mahal dengan pakan lain dengan nilai gizi yang setara, peralatan yang digunakan tidak mahal ataupun yang telah dimiliki oleh peternak, serta bahan yang digunakan harganya tidak mahal seperti teknologi amoniasi jerami padi (Komar, 1984).
Persiapan Pelatihan
Persiapan pelatihan terdiri atas penyiapan materi adalah membuat makalah/bahan bacaan untuk disampaikan saat pelaksanaan pelatihan. Makalah yang dibuat berjudul Teknik Pembuatan Jerami Padi Amoniasi sebagai Sumber Pakan Ternak Potensial, seperti terlihat pada Lampiran 1.
Disamping itu untuk meningkatkan pemahaman dan tingkat penerimaan/daya serap peserta terhadap materi yang disampaikan, dibuat pula media informasi singkat berupa leaflet tentang pembuatan jerami padi amoniasi (Lampiran 2). Untuk pelaksanaan pelatihan, demonstrasi dan praktek pembuatan amoniasi jerami padi digunakan sarana atau alat/bahan seperti kertas flipchart, spidol, pelatihan kit untuk peserta, silo (kantong plastik), urea, air, dan tali sebagai pengikat silo.
Pelaksanaan Pelatihan
Waktu dan Tempat Pelatihan
Pelatihan dilaksanakan di Desa Bijawang Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba, bertempat di Kantor Desa Bijawang. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2008.
Peserta Pelatihan
Pelatihan diikuti oleh peternak yang tergabung dalam kelompok tani ternak, petugas lapangan dinas peternakan, aparat desa, dan masyarakat lainnya.
Materi Pelatihan
Materi pelatihan yang diberikan adalah materi pelatihan obyektif praktis dengan metode pendekatan orang dewasa. Penekanan materi pelatihan lebih dititikberatkan pada kemampuan peserta untuk dapat menerima dan menganalisa seluruh materi yang diberikan. Materi memberikan pemahaman kepada peserta tentang potensi jerami padi sebagai pakan ternak, karakteristik jerami padi sehingga memiliki keterbatasan dalam penggunaan sebagai pakan, manfaat teknologi pakan dalam meningkatkan kualitas pakan, serta cara pembuatan amoniasi jerami padi. Pelaksanaan pemberian materi pelatihan seperti terlihat pada Gambar 4.
Dengan kegiatan penerapan ipteks ini, secara umum peternak dapat memahami dan mengerti pelaksanaannya. Beberapa tanggapan peternak tentang teknologi pengolahan jerami padi ini adalah peternak menganggap lebih praktis dibanding teknologi pengolahan jerami lainnya dan mudah untuk dilaksanakan. Namun beberapa kendala yang mungkin akan dihadapi dalam pelaksanaannya adalah sulitnya mengangkut atau membawa jerami padi dari sawah ke sekitar rumah mengingat jerami padi yang voluminous.
Mengingat wilayah atau daerah lokasi kegiatan ini masih memiliki lahan yang cukup untuk penggembalaan ternak dan dapat menyediakan hijauan pada musim hujan (hijauan banyak), sehingga pengolahan jerami padi akan dijadikan sebagai stok pakan sapi potong pada saat musim paceklik hijauan (musim kemarau).
Demonstrasi Pembuatan Amoniasi Jerami Padi
Pelaksanaan kegiatan demonstrasi dilaksanakan di halaman sekitar Kantor Desa Bijawang. Setelah semua bahan dan alat yang diperlukan disiapkan maka dilakukan demonstrasi pengolahan jerami padi yang didahului dengan peragaan teknis pelaksanaan oleh pemateri. Langkah-langkah yang dilakukan dalam amoniasi jerami padi adalah sebagai berikut :
a) Jerami padi ditimbang sesuai dengan jumlah yang diperlukan kemudian dipotong-potong dengan ukuran sekitar 5-10 cm, dan disiapkan silo/kantong plastik.
b) Disiapkan urea sebanyak 6 % dari bobot jerami padi yang digunakan. Misalnya : jumlah jerami padi yang diolah sebanyak 50 kg maka urea yang dibutuhkan sebanyak 6% x 50 kg = 3 kg
c) Disiapkan air bersih sebanding dengan jumlah jerami padi yang digunakan. Misalnya : jerami padi 50 kg, diperlukan air 50 liter. Jumlah air ini 30% digunakan untuk melarutkan urea yang telah ditimbang
d) Selanjutnya jerami padi yang telah dipotong-potong dimasukkan ke dalam silo kantong plastik, sehingga membentuk lapisan setebal 10-20 cm, kemudian setiap lapisan ditambahkan dengan larutan urea secara merata dan setelah itu diberikan dengan air bersih. Jerami padi disusun sedemikian rupa sehingga membentuk tumpukan ke atas.
e) Setelah penumpukan jerami selesai, ditutup dengan rapat/dipadatkan menggunakan tali dan disimpan selama 21 hari. Setelah penyimpanan, tutup dibuka dan jerami padi amoniasi diangin-anginkan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai pakan ternak.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kondisi awal khalayak sasaran sebelum kegiatan secara umum peternak belum menggunakan jerami padi sebagai pakan ternak, sistem pemeliharaan ternak sapi belum dilakukan dengan pola intensif (perkandangan), serta manajemen pemberian pakan masih menggunakan rumput lapangan/alam sebagai pakan utamanya. Namun demikian para peternak menyadari bahwa ketersediaan sumber hijauan khususnya rumput lapangan/alam ketersediannya terbatas, sehingga pada saat tertentu terutama musim kemarau hijuan tidak tersedia. Dengan kegiatan penerapan ipteks, secara umum peternak dapat memahami dan mengerti pembuatan amoniasi jerami padi. Beberapa tanggapan peternak tentang teknologi pengolahan jerami padi ini adalah peternak menganggap lebih praktis dibanding teknologi pengolahan jerami lainnya dan mudah untuk dilaksanakan.

Saran
Mengingat peternak telah mengetahui pembuatan amoniasi jerami padi, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah optimalisasi penerapan teknologi amoniasi di tingkat peternak, agar pelaksanaannya berkesinambungan. Diperlukan penyediaan sarana penyimpanan jerami padi seperti gudang penyimpanan pakan, yang dibuat secara kolektif untuk kebutuhan kelompok tani.


DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, A dan Syamsu, J. A. 2008. Persepsi Peternak Terhadap Pemanfaatan Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan Ruminansia di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. ANIMAL PRODUCTION : Jurnal Produksi Ternak-in press

Bestari J, Thalib A, Hamid H, Suherman D. 1999. Kecernaan in vivo ransum silase jerami padi dengan penambahan mikroba rumen kerbau pada sapi peranakan ongole. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4 (4) : 237 242.

BPS SULSEL Badan Pusat Statistik Sulsel. 2007. Sulawesi Selatan dalam Angka 2006. Makassar: Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.

Diwyanto K, Priyanti A, Zainuddin D. 1996. Pengembangan ternak berwawasan agribisnis di pedesaan dengan memanfaatkan limbah pertanian dan pemilihan bibit yang tepat. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 15(1) : 6-15.

Djajanegara A. 1999. Local livestock feed resources. Di dalam: Livestock Industries of Indonesia Prior to the Asian Financial Crisis. RAP Publication 1999/37. Bangkok: FAO Regional Office for Asia and the Pacific. hlm 29-39.

Djajanegara, A. 1983. Tinjauan ulang mengenai evaluasi suplemen pada jerami padi. Pros. Seminar pemanfaatan limbah pangan dan limbah pertanian untuk makanan ternak. LKN LIPI, Bandung

Friss, V.K. 1982. Effect of processing on nutrien content of feed : Alkali treatment. Handbook of nutritive value of processed feed. Vol. II Animal Feedstuff. CRC Press, Boca Rotan

Hann, Y.W. 1978. Microbial utilization of straw ( A Review). Adv. Appl. Microbial 23 : 144-145

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 1993. Tabel Komposisi Pakan di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Haryanto B, Supriyati, Jarmani SN. 2004. Pemanfaatan probiotik dalam bioproses untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 298-304.

Ibrahim, M.N.M. 1983. Physical, chemical, physico-chemical and biological treatment of crop residues. An Overline I Workshop AFAR, Los Banos
Jackson, M.G. 1978. Rice straw as livestock feed in ruminant nutrition. Selectet articles from the World Anim. Rev. 12 : 34-40

Jayasuriya, M.C.N. 2002. Principles of rations formulation for ruminant. Di dalam: Development and Field Evaluation of Animal Feed Supplementation Packages. IAEA-TECDOC-1294. Austria: IAEA. hlm 9-14.

Komar, A. 1984. Tehnologi pengolahan jerami sebagai makanan ternak. Yayasan Dian Grahita, Jakarta

Laconi EB. 1992. Pemanfaatan manure ayam sebagai suplemen non protein nitrogen (NPN) dalam pembuatan silase jerami padi untuk ternak kerbau. [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Leng RA. 1980. Principles and Practices of Feeding Tropical Crops and By-Products to Ruminant. Armidale: Department of Biochemistry and Nutrition, University of New England

Makkar, H.P.S. 2002. Applications of the in vitro gas method in the evaluation of feed resources, and enhancement of nutritional value of tannin-rich tree/browse and agro-industrial by-product. Di dalam : Development and Field Evaluation of Animal Feed Supplementation Packages. IAEA-TECDOC-1294. Austria: IAEA. hlm 23-40.

Martawidjaja M, Budiarsana IGM. 2004. Pengaruh pemberian jerami padi fermentasi dalam ransum terhadap performan kambing peranakan etawah betina. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 407-415.

Parra R, Escobar A. 1985. Use of fibrous agricultural residues (FAR) in ruminant feeding in Latin America. Di dalam: Better Utilization of Crop Residues and By-products in Animal Feeding:research guidelines. 1.State knowledge. FAO Animal Production and Health Paper 50. Rome: FAO.

Preston TR. 1986. Better Utilization of Crop Residues and By-products in Animal Feeding : research guidelines. 2.A practical manual for research workers. FAO Animal Production and Health Paper 50/2. Rome: FAO.

Quoc Viet T, Duc Kien D. 2001. Dried rice straw-chicken litter and urea-treated rice straw as main fodder resources for local cattle in the dry season. Livestock Research for Rural Development 13 (2). http://www.cipav.org.co/lrrd/lrrd13/2/trach132.htm. [25 Desember 2005].
Sajimin, Kompiang IP, Supriyati, Lugiyo. 2000. Pengaruh pemberian berbagai cara dan dosis Bacillus sp terhadap produktivitas dan kulaitas rumput Panicum maximum. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 18-19 September 2000. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian. hlm 359-365.

Shanahan JF, Smith DH, Stanton TL, Horn BE. 2004. Crop Residues for Livestock Feed. Colorado: CSU Cooperative Extension - Agriculture, Colorade State University. http://www.ext.colostate.edu/pubs/ crops/00551.html. [15 April 2008].

Shiere, J.B and M.N.M. Ibrahim. 1989. Feeding of urea amonia treated rice straw. Pudoc Wageningen

Simbaya J. 2002. Availability and feeding quality characteristics of on-farm produced feed resources in the traditional small-holder sector in Zambia. Di dalam : Development and Field Evaluation of Animal Feed Supplementation Packages. IAEA-TECDOC-1294. Austria: IAEA. hlm 153-161.
Soetanto H. 2000. Masalah Gizi dan Produktivitas Ternak Ruminansia di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang: Universitas Brawijaya.
Soetanto H. 2001. Teknologi dan Strategi Penyediaan Pakan dalam Pengembangan Industri Peternakan. Makalah Workshop Strategi Pengembangan Industri Peternakan, Makassar 29-30 Mei 2001. Makassar: Fakultas Peternakan UNHAS dan Puslitbang Bioteknologi LIPI.

Suryani NN. 1994. Pengaruh manure ayam pada wastelage jerami padi dalam ransum terhadap fermentasi rumen [tesis]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sutrisno, C.I. 1983. Pengaruh minyak nabati dalam mengatasi defisiensi Zn pada sapi yang memperoleh ransum berbahan dasar jerami padi. Disertasi. Program Pascasarjana IPB, Bogor

Syamsu JA. 2001a. Fermentasi jerami padi dengan probiotik sebagai pakan ternak ruminansia. Jurnal Agrista 5(3) : 280-283.

Syamsu JA. 2001b. Kualitas jerami padi yang difermentasi dengan manure sebagai pakan ruminansia. Jurnal Produksi Ternak 3(2) : 62-66.

Syamsu, J.A dan A. Abdullah. 2008. Kajian Ketersediaan Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan Untuk Pengembangan Ternak Ruminansia di Kabupaten Bulukumba. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. Vol. XII (1).
Syamsu, J.A., L.A.Sofyan, K.Mudikdjo dan E.Gumbira Sa'id. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13(1) : 30-37

Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Xuan Trach N, Magne M, Xuan Dan C. 2001. Effects of treatment of rice straw with lime and/or urea on responses of growing cattle. Livestock Research for Rural Development 13 (5). http://www.cipav.org.co/lrrd/ lrrd13/5/trach 135.htm. [13 Januari 2006].

Xuan Trach N. 2004. An evaluation of adoptability of alkali treatment of rice straw as feed for growing beef cattle under smallholders' circumstances. Livestock Research for Rural Development 16 (7). http://www.cipav.org.co/cipav/pubs/index.htm. [9 Desember 2005].