Senin, 27 Oktober 2008

PENGUATAN KELOMPOK TANI TERNAK DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PETERNAKAN

Agustina Abdullah
Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fak.Peternakan UNHAS
(Buletin Peternakan. Edisi XXVIII. Dinas Peternakan Prov. Sul Sel)
PENDAHULUAN

Keberhasilan pembangunan pertanian khususnya peternakan sangat ditentukan oleh kemampuan atau kapasitas sumberdaya manusia peternakan khusunya peternak sebagai pelaku pembangunan. Sebagai pelaku pembangunan, peternak diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam mengelola usahatani ternak. Selama ini mereka didekati melalui pendekatan kelompok untuk diberdayakan.
Secara teoritis pengembangan kelompok tani ternak dilaksanakan dengan menumbuhkan kesadaran para peternak, dimana keberadaan kelompok tani tersebut dilakukan dari, oleh dan untuk peternak. Pengembangan kelompok tani perlu dilaksanakan dengan nuansa partisipatif sehingga prinsip kesetaraan, transparansi, tanggungjawab, akuntabilitas serta kerjasama menjadi muatan-muatan baru dalam pemberdayaan peternak. Suatu kelompok tani yang terbentuk atas dasar adanya kesamaan kepentingan diantara peternak menjadikan kelompok tani tersebut dapat eksis dan memiliki kemampuan untuk melakukan akses kepada seluruh sumberdaya seperti sumberdaya alam, manusia, modal, informasi, serta sarana dan prasarana dalam mengembangan usahatani yang dilakukannya.
Pemberdayaan peternak dapat berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian peternak dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan peternak untuk dapat berkembang. Disamping itu peningkatan kemampuan peternak dalam membangun termasuk kelembagaan peternak (kelompok tani) dan melakukan perlindungan melalui pemihakan kepada yang lemah dengan mencegah persaingan yang tidak seimbang serta menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.
Peran kelompok tani ternak sangat strategis sebagai wadah peternak untuk melakukan hubungan atau kerjasama dengan menjalin kemitraan usaha dengan lembaga-lembaga terkait dan sebagai media dalam proses transfer teknologi dan informasi. Dilain pihak, secara internal kelompok tani ternak sebagai wadah antar peternak ataupun antar kelompok tani dalam mengembangkan usahataninya.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Rasjid (2005), menyatakan bahwa philosofi pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebenarnya belajar dari alam dengan mempelajari bagaimana proses penetasan telur berlangsung atau bagaimana proses pembenihan berlangsung. Telur dapat dianonimkan dengan masyarakat (community). Jika ingin menetaskan telur, maka telur tersebut terlebih dahulu harus diperiksa apakah telur tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan, bila telur tersebut dibuahi, maka telur tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan untuk menjadi anak ayam. Telur yang telah dibuahi tersebut kemudian diperiksa mengenai kebutuhannya untuk berkembang dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian atau berdasarkan empirik, telur tersebut hanya membutuhkan panas secara berkesinambungan setinggi 370C selama 21 hari. Bila hal tersebut dipenuhi, maka bibit ayam yang ada dalam telur tersebut akan keluar menjadi anak ayam yang akan mandiri mencari pakan. Tetapi bila telur tersebut diberi panas di atas yang dibutuhkan, maka telur tersebut akan menjadi telur masak, dan bila panasnya dibawah dari yang dibutuhkan maka telur tersebut akan menjadi telur busuk. Demikian pula bila waktu proses pengembangannya dikurangi dari waktu yang dibutuhkannya, maka telur tersebut akan mengalami nasib kematian bibit, dengan kata lain telur tersebut tidak akan menetas.
Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat identik dengan proses seperti apa yang terjadi pada proses pengembangan telur tersebut. Untuk mengembangkan dan memberdayakan masyarakat, maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah melaksanakan analisis situasi, mengajar masyarakat untuk menganalisis, kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, menganalisis kebutuhannya, mengidentifikasi masalahnya, mengidentifikasi sumber daya lainnya, kemudian memotivasi untuk meningkatkan kemampuan agar proses pengembangan dapat berlangsung. Tetapi motivasi, dinamisasi harus berlangsung selama waktu tertentu sesuai dengan waktu yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut untuk dapat berkembang sampai pada poin kelestarian (sustainabilitas). Berdasarkan pengalaman empirik pengembangan masyarakat dapat mencapai pada poin kelestarian apabila dikembangkan secara berkesinambungan selama 2 sampai 5 tahun tergantung dari kondisi awal masyarakat, utamanya mengenai level pendidikan, aksessibilitas lokasi pemukiman masyarakat, pola pikir, visi, sikap dan perilaku masyarakat.

PENTINGNYA KELOMPOK TANI DALAM AGRIBISNIS PETERNAKAN
Pengembangan agribisnis di pedesaan pada dasarnya mengisyaratkan adanya pertumbuhan skala dan jumlah produksi, perluasan jangkauan pemasaran, dan adanya perkembangan usaha pasca panen dan komersialisasi usaha. Untuk mempercepat dan terjadinya akselerasi dalam pertanian (agro) pedesaan diperlukan kondisi dimana semangat bersama muncul dari mereka yang terlibat (peternak dalam kelompok) untuk mengubah cara pandang bertani secara individu menjadi orientasi baru dalam melipatgandakan produksi dan pendapatan (bisnis). Dinamisasi individu dalam kelompok diharapkan menimbulkan semangat pengusaha tani (farmer) dalam pertanian modern.
Oleh karena itu, keutamaan kelompok dalam menumbuhkan dan mengembangkan agribisnis yang masih tradisional sangat direkomendasikan, mengingat wadah kelompok tidak hanya para peternak berkumpul untuk membicarakan dan merasakan cara hidup mereka, tetapi juga kemungkinan timbulnya pertukaran informasi (problem solving), pembentukan modal dan proses perdagangan dalam skala memadai untuk mencapai pasar yang potensial.
Agribisnis dalam kelompok tani merupakan suatu konsep yang satu (agribisnis) dan yang lain (kelompok), direncanakan secara bersama-sama sejak dari awal/perencanaan untuk waktu yang jauh ke depan. Dalam implementasinya, pembentukan kelompok atau penguatan kelompok harus di dahulukan dan kemudian dengan segera diikuti pengintegrasian sejumlah aspek yang berkaitan dengan tujuan pembentukan kelompok. Tujuan pembentukan kelompok tani umumnya dimaksudkan untuk tercapainya peningkatan pendapatan pada tingkat anggota (rumahtangga peternak). Dengan demikian, pengembangan agribisnis dalam kelompok pada hematnya mengacu pada sistim usaha (manajemen usaha) yang secara fungsional meliputi tiga elemen utama yang terpadu yaitu: produksi, pemasaran dan finansial. Sebagai usaha (bisnis) ketiga elemen tersebut di dalam organisasi kelompok secara bersama-sama berfungsi untuk mendapat keuntungan yang pada gilirannya mempengaruhi pendapatan para peternak.
Sebagaimana kelompok tani umumnya dibentuk dan diorgansisasikan yang dimulai dari hubungan tinggal dekat (satu dusun misalnya), diharapkan pada berikutnya dapat menjangkau wilayah lebih jauh dan lebih luas sampai ke tingkat desa, kecamatan dan bahkan ke tingkat kabupaten. Wilayah bisnis kelompok tani seperti ini tidak hanya semakin terbuka, tetapi juga semakin meluas dalam jangkauan. Akan tetapi hal itu hanya dapat terwujud jika di dalam organisasi kelompok terjadi kemajuan dan pertumbuhan. Oleh karenanya penguatan kelompok adalah satu kondisi awal yang perlu disiapkan sebelum semuanya dapat dimulai dalam perubahan skala produksi, jangkauan pemasaran, dan kebutuhan finansial yang dibutuhkan.
Dengan semakin kuatnya kinerja kelompok, sebenarnya semakin terintegrasinya semua sumberdaya yang ingin dibangkitkan, semakin meningkatnya pemahaman dan pengetahuan para anggota/peternak , semakin dikenal dan menjadi lebih mudah memperkenalkan ke wilayah yang lebih luas, semakin kuat untuk mempertahankan kelompok, serta semakin tingginya pengakuan pihak lain. Dimensi-dimensi yang harus dicapai dalam penguatan kelompok tani yaitu :
• Kelompok yang kuat dan lestari, selain mendapat pengakuan dari pihak lain, juga menjadi ‘agunan’ dalam mendapat bantuan/kredit dari donasi/kreditor dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan dalam proses memperbesar skala usaha tani.
• Kelompok yang mandiri dan berkesinambungan, lebih leluasa untuk merencanakan setiap langkah-langkah yang sudah diambil untuk mengkomunikasikan (dan memasarkan) hasil produksi baik dalam partai kecil maupun partai besar baik di dalam pasar komunal maupun pasar lokal (kecamatan dan kota).
• Kelompok yang solid dan rasa memiliki (sodalitas), memungkinkan untuk berbagi beban yang seharusnya dipikul sendiri menjadi terbantu karena adanya fungsi dan peran masing-masing anggota kelompok. Dalam hal ini setiap anggota kelompok dapat mengusahakan usaha tani dan ternaknya tetapi juga mendapat manfaat dari sistem pemasaran dan perdagangan yang dibebankan pada organisasi kelompok.
• Kelompok yang mampu mengorganisasikan semua anggotanya diharapkan tidak hanya berhasil dalam menumbuhkan proses produksi dan kenaikan hasil produksi tetapi juga terbuka untuk melakukan pemanfataan sumberdaya secara maksimal (produk utama maupun limbah) dan transformasi dari usaha primer (basis peternakan dan pertanian) ke usaha-usaha lain seperti industri rumahtangga, pengadaan input, pengangkutan dan lapangan kerja.
• Kelompok yang mampu bersatu akan menimbulkan kesadaran tentang apa yang dimiliki (potensi di sekitar lingkungan) dan bagaimana menghitungnya, membangkitkannya dan memikirkan tentang bagaimana seharusnya sumberdaya ditumbuh-kembangkan dan bagaimana memulihkan sumberdaya yang semakin menipis/hilang.

AGRIBISNIS TERINTEGRASI PETERNAKAN DAN PERTANIAN
Dalam pertanian arti luas dan lebih-lebih pada usaha tani dan ternak yang masih tradisional, peternakan dan pertanian merupakan dua hal yang mudah dibedakan tetapi pada dasarnya selalu saling terkait. Sebagai illustrasi, pada awalnya usaha peternakan, terutama ternak besar di usahakan secara ekstensif mengingat masih tersedianya lahan penggembalaan yang relatif luas. Namun dalam perjalanannya, pertumbuhan populasi ternak berbanding terbalik dengan semakin berkurangnya lahan yang memungkinkan untuk penggembalaan. Untuk mengatasi hal tersebut, produktivitas ternak per satuan lahan ditingkatkan dengan mengubah pola penggembalaan ekstensif menjadi intensif.
Dengan kata lain pola penggembalaan yang sebelumnya jauh dari tempat tinggal, lambat laun menjadi bagian dari pemukiman. Untuk pemeliharaan ternak kecil seperti kambing/domba dan unggas secara khas sudah menjadi bagian dari pola pengusahaan yang terkait lingkungan tempat tinggal. Saat ini terjadi pergerseran dimana usaha peternakan menjadi lebih terpadu antara ternak besar dan ternak kecil di dalam lingkungan yang lebih kecil/sempit.
Pola peternakan seperti dikemukakan di atas, membutuhkan luas lahan yang lebih sempit dan menjadi lebih ideal dikelola oleh suatu rumah tangga atau kelompok rumah tangga pertanian mengingat rentang kendali pengelolaan usaha tani menjadi lebih terjangkau. Peanekaragaman pengusahaan ternak memungkinkan untuk dilaksanakan dan masing-masing rumah tangga peternak dapat mengelola ternak dalam jenis yang bervariasi. Dengan demikian, selain terjadi diversifikasi usaha (ternak) juga kemungkinan terjadinya resiko beternak lebih kecil, karena masing-masing ternak memiliki resiko yang berbeda-beda baik terhadap penyakit, ketersediaan pakan maupun harga penjualan.
Dilain pihak, dengan intesifikasi peternakan yang dalam pengelolaannya berorientasi pada pertumbuhan populasi dan hasil produksi ternak (daging, susu, telur), tentu memerlukan jumlah biomas (pakan) yang memadai. Ini berarti sumber biomas memerlukan penanganan yang serius dan menjaganya selalu tersedia di dalam lingkungan yang terbatas. Usaha pertanian yang sebelumnya terlepas dari peternakan menjadi mutlak diusahakan secara terpadu mengingat sejumlah manfaat yang diperoleh jika peternakan-pertanian dikelola secara bersama-sama pada waktu yang sama di lingkungan sama. Ternak yang memerlukan dari output proses produksi pertanian (biomas), disisi lain proses produksi pertanian memerlukan input dari ternak berupa pupuk kandang maupun tenaga ternak yang dapat dimanfaatkan.
Oleh karenanya peranan masing-masing (peternakan dan pertanian) dapat membantu pencapaian tujuan produksi masing-masing. Dengan kata lain, peternakan membutuhkan produksi pertanian dan sebaliknya pertanian membutuhkan produksi peternakan. Ini berarti interaksi keduanya yang terjadi tidak hanya berdampak langsung pada hasil produksi tetapi juga karenanya dapat memberi kontribusi dalam pelestarian sistem lingkungan lebih-lebih lingkungan tempat tinggal peternak maupun peternak.

PENUTUP
Untuk memberdayakan masyarakat tani dan penguatan kelompok tani untuk pengembangan agribisnis peternakan sebagai langkah awal perlu dilakukan perubahan tata nilai dan budaya terhadap profesi peternak itu sendiri. Selama ini profesi peternak dianggap sebagai profesi rendah dibandingkan profesi lainnya, sehingga akibatnya sektor pertanian/peternakan cenderung ditinggalkan oleh tenaga profesional dan hanya digeluti oleh kalangan terbatas di pedesaan. Perlu adanya penghargaan lebih baik terhadap profesi peternak dengan mengangkat harkat dan martabatnya agar sektor pertanian dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat.
Menumbuhkan jiwa wirausaha di kalangan peternak adalah merupakan langkah yang juga harus ditempuh agar mampu mengelola usaha taninya lebih profesional. Selama jiwa wirausaha peternak tidak tumbuh, akan sulit menjadikan sektor pertanian menjadi kekuatan ekonomi yang tangguh. Memberdayakan peternak/kelompok tani dibutuhkan pula keberpihakan, komitmen, serta niat yang tulus untuk membela kepentingan peternak. Pemberdayaan masyarakat tani memang telah menjadi komitmen semua pihak, namun dibutuhkan langkah bijak agar peternak tidak terjebak dan menjadi korban dalam proses pemberdayaan itu sendiri.

BAHAN PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2002. Pengembangan Kelembagaan Peternak di Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan. Direktorat Pengembangan Peternakan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta

Rasjid, S. 2005. Konsep Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat. Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar

Syamsu, J.A. 2003. Pengembangan Berkelanjutan Kegiatan Agribisnis Kelompok Tani. Laporan Senior Expert Pendampingan (Community Development and Capacity Building) Proyek Pengembangan Usaha Tani di Kawasan Timur Indonesia Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar